Sebuah catatan tentang puasa…


Berbagai alasan seseorang untuk tidak makan, baik secara sengaja maupun tidak. Yang paling sering terjadi yaitu pada orang yang keasyikan mengerjakan pekerjaan yang menarik baginya, seperti hobi, game, dst. Ketika seorang anak menginginkan sesuatu, tapi tidak dipenuhi oleh orang tuanya, ia juga bisa mogok makan. Kemiripan perilaku ini juga bisa terjadi pada demonstran, mogok makan sampai tuntutannya terkabul. Seorang empu yang ingin membuat karyanya menjadi bertuah juga melakukan ritual puasa terlebih dulu, ini mengisyaratkan suatu karya yang dibuat dengan penuh kesungguhan. Seseorang yang sedang jatuh cinta, juga bisa kehilangan napsu makan, minum dan tidur. Dalam kasus lain, suatu sikap puasa juga terjadi pada seorang sniper, bukan hanya tidak makan dan tidak minum, tapi juga tidak menggerakkan badan, tidak batuk, dan fokus pada sasaran.
Di sini puasa menjadi suatu pilihan sikap alamiah yang ingin menunjukkan suatu kesungguhan dalam menginginkan sesuatu. wajar jika puasa diwajibkan pada kaum sebelum kita. Ada benang merah antara puasa islami dengan sikap mental puasa yang terjadi secara alamiah yaitu adanya ”konsistensi”. Namun kelengkapan yang terjadi pada puasa di bulan suci ini kandungan persyaratannya didefinisikan secara tegas supaya sikap mental ”konsisten”nya lebih mudah dicapai.

Hal-hal seperti berikut dapat menjadi catatan :
Relaksasi.
Puasa Merelaksasi organ-organ tubuh mulai dari pencernaan, pembuluh darah, sistem syaraf dan sebagainya. Sehingga terjadi peningkatan efisiensi, efektifitas, dan ketahanan tubuh.

Purifikasi.
Purifikasi yang paling klasik adalah antara diri dan nafsu, misalnya ” diri kita memerangi hawa nafsu”. Konsekuensinya harus ada kemampuan mengindentifikasi mana diri dan mana nafsu. Jika tidak jelas maka mustahil bila diri kita bisa memerangi hawa nafsu. Yang lebih mendasar justru mengindentifikasi antara lain :
- Diri vs Identitas
- Diri vs Pikiran
- Diri vs Keinginan
- Diri vs Perilaku

Filtrasi
Seandainya proses yang kedua bisa berjalan dengan baik, maka yang tersisa adalah diri kita yang memiliki kekuatan fokus pada tujuan hidup. Kita bisa eliminir input-input yang menjadi gangguan seperti terhasut, terprovokasi, buruk sangka, putus asa, dsb.
Sikap objektif merupakan sikap yang akan terjadi dari aspek ini.

Konsistensi.
Suatu tantangan dari sikap konsisten yaitu semua ibadah akan dikembalikan lagi pada kita, kecuali puasa, untuk Allah. Dalam hal ini kita diberikan momen untuk mengkalibrasi tingkat keyakinan kita. Bagi yang sudah mengikuti CL 2 (*www.cosmic-link.or.id*-red), tentu masih ingat bahwa keyakinan terkait dengan pengakuan absolutisme Allah (tidak bertanya dan tidak mempertanyakan). Dalam hal ini ada makna yaitu rambu-rambu kedalam diri untuk hening, fokus, objektif, untuk merasakan kekuasaan-Nya sambil terus menerus melakukan upaya kontrol diri.

Transformasi.
Bulan puasa merupakan bulan yang penuh ampunan dan anugerah. Tergantung secara personal siapa dan bagaimana menjalani puasa. Hal ini menyiratkan puasa adalah suatu proses yang personal dan individual, walaupun dilakukan secara masal.
Transformasi akan didapat oleh orang yang menjalani puasa baik lahir maupun bathin, hal ini bisa terlihat dengan isyarat diberikannya fasilitas malam Lailatul Qodar, yang setara dengan seribu bulan, artinya kualitas pikiran kita mengakses realita yang lebih abadi. Jadi jika dilihat secara menyeluruh, jika trasformasi terjadi, maka sikap mental puasa menjadi bermakna bagi siapapun secara lebih langgeng.

Salam buat semua

Aas R.


disunting dari http://group.yahoo.com/groups/cosmic-link